Apakah Pipit tak mau menemuiku?

Category : cerpen

Langit Pucat Fort Marlborough [3]



Canda riang anak-anak yang tadi bermain bola seakan merampas alam kembaraku. Rupanya mereka telah selesai bermain dan mulai meninggalkan lapangan berumput itu. Sementara matahari masih terlihat merah membara di langit barat.

Apakah Pipit tak mau menemuiku?

Sewaktu menunggu keberangkatan bus, gadis itu datang dengan motornya. Aku sangat terkejut terlebih dia hanya memandangiku dengan segala kemarahan dari sorot matanya. Aku mencari tahu tapi sia-sia saja usahaku karena motornya melaju meninggalkanku. Sekilas kulihat kaca-kaca bening meleleh dari sudut-sudut matanya.

Setelah kejadian di pool pemberangkatan itu aku membatalkan tiket perjalananku. Aku kerumahnya. Pembantunya yang disuruh menemuiku. Aku meninggalkan rumah itu dengan lunglai.

Lewat telepon kucoba lagi menghubunginya. Hati-hati sekali aku bicara setelah yakin Pipit yang menerima. Aku mendengar isak tertahan.

“Pit….kamu menangis,ya?” suaraku aku lemahkan, “…boleh aku mengetahui sebabnya?”

Pipit lama tak menjawab.

“Pit….”

“…iya…” suaranya lirih dan putus

Setelah menunggu-nunggu baru aku mendengar suaranya lagi.

“Maaf jika Pipit tadi tidak mau menemui kamu…..” suaranya masih terbata, “….Pipit tidak mengerti dengan sikap kamu selama ini…..”

“Kamu marah?”

“Entah…Pipit tidak tahu…Pipit cuma tidak ingin ketemu kamu. Buat apa….?”

“Pit, kamu tidak boleh begitu. Baiklah. Aku  terlalu menganggap semuanya mudah dan tak serumit ini. Aku salah!”

Aku mengira ia memutus pembicaraan setelah lama tak kudengar ada sahutan. Tapi suara dengung telepon membuatku menanti.

Kemudian,

“Pipit…mungkin terlalu berlebihan dalam perasaan….  tanpa mencoba mengetahui siapa diri kamu sebenarnya…..,” suaranya lenyap. Aku merasakan gejolak yang tertahan, lanjutnya, “……kamu menang, Pipit kalah dan rapuh….., tapi…., biarlah Pipit sendiri yang merasakan…..Pipit suka kamu… Pipit sayang kamu……”

Aku mendengar tangisnya pecah lagi. Sekian lama aku tercekat.

Bagaimanakah yang mestinya terjadi? Perasaanku terhadap Pipit?

[…]




[cerpen] Langit Pucat Fort Marlborough

* Langit Pucat Fort Marlborough [1]

* Langit Pucat Fort Marlborough [2]

* Langit Pucat Fort Marlborough [3]

Pier & Metal Death : Kaos Metal

Category : cerpen

Pagi-pagi. Kukuruyuk-kukuruyuk. Butak jantan…eh ayam jantan berkokok. Butak sudah bangun tidur. Subuhan terus memulai aktivitas rutinnya. Membuka pintu toko dan menata barang-barang di dalamnya. Sebagian dijajarkan di teras toko. Emang, ia membuka usaha dagang barang kebutuhan sehari-hari di rumah. Patungan sama emaknya. Macem-macem yang dijual di situ. Beras, minyak, gula, bumbu-bumbu, sabun, parfum, sedotan sirup,dan banyak lagi. Jajanan pasarpun ada, menuhin ruang toko yang gak seberapa luas itu. Rencananya toko itu mau ia bangun tingkat sepuluh sekalian tempat parkir di tingkat paling atas. Tapi setelah dipikir-pikir, investasinya terlalu mahal. Maka barang dagangan yang gak muat di tokonya ia taruh di kamar. Jadinya kamar yang aslinya sudah berantakan itu tambah parah lagi dan penuh sesak. Lumayan juga jika ada barang dagangan yang beralih fungsi menjadi perabot kamar, gak perlu lagi beli perabotan. Kesannya jadi aneh dan hemat. Ia sering tidur cuma pake bantal dari karung yang diisi beras, ato selimut dari kantong-kantong plastik yang dijahit jadi satu. Celakanya kalo ada teman yang nginep tidur di kamarnya, suka dibungkus dan dikasih label harga.

Dan pagi ini Butak gak begitu semangat. Badannya sakit-sakit semua. Semalam ia mimpi ketimpa karung beras. Ee-gak taunya ketimpa beneran. Napasnya jadi sesek. Dia sudah coba senam-senam dikit dan minum air putih banyak-banyak. Tapi, malah keliru minum minyak tanah yang emang ditaruh dekat tempat minum.

Ah, awal hari yang sial!

“Ayo-ayo…bapak-bapak..ibu-ibu..dan semua yang ada di sini…toko Butak sudah buka. Mumpung saya lagi males dan baek hati, kalian boleh belanja sebanyak-banyaknya. Siapa cepat dia dapat. Yang paling cepat gratis makan bubur ayam…..” ujar Butak koar-koar promosi barang dagangannya.

Mang Uyo yang jualan bubur ayam di sebelah toko Butak mencak-mencak. “Emang bubur moyang lo pake gratis-gratis…”’ sahutnya sewot. “Ayo sodara-sodara… bubur mang Uyo juga sudah buka, dijamin masih panas! Kalo nggak panas tinggal timpuk…”

Nah-Butak bener-bener kena timpuk bubur panas nongnongnya!

Tapi Butak gak marah. Yah, sama-sama cari rejeki! Lagipula Butak sering sarapan bubur mang Uyo. Bayarnya pake dibarter dengan dagangan di tokonya. Kadang dibarter pake rokok, kadang sabun colek. Pernah pula dibarter balsam gosok kalo mang Uyo pengen buburnya tambah panas. Dan sekarang Butak sarapan bubur ayam yang ia barter dengan karet gelang.

Aktivitasnya terhenti ketika melintas cewek manis berseragam putih abu-abu. Memarkir motornya didepan toko Butak.

“Hoi, Bening!” sapa Butak menghampiri cewek itu yang gak laen Bening.

“Hai-juga. Aduh rajin, nie!” jawab Bening manis

“Iya. Eh-hari ini gak libur,ya? Mo masuk sekolah?”

“Emm-nggak! Mo datangin kenduri, Pak RT!”

Butak ngikik. “Pagi-pagi kesini, mo’ sarapan bubur juga?”

Bening menggeleng dan masuk ke toko. Sebentar keluar membawa sebatang coklat. “Gue utang dulu,ya!” katanya membuka bungkusnya dan mulai ngemil.

“Sebenarnya mo’ apa lo mampir kesini?” tanya Butak lagi

“Gue tadi dari rumah Pier. Tapi dia belum pulang, masih di Yogya, “ jawab Bening  masih ngemil coklat, “di sana lama gak, sih?”

“Gak! Paling juga Jum’at apa Sabtu udah balik. Kita kan mo’ konser di GOR hari Minggu. Emang kenapa?”

“Pinjem kaos metal”

“Pinjem kaos?. Kok minjem??” Butak heran,”beli sendiri,dong”

“Nggak! Mahal! Minjem Pier aja, dia kan punya banyak. Gua pengen pake kaos metal yang gambarnya serem buat ntar nonton konser besok Minggu”

Butak garuk-garuk pusernya yang emang gatal.

“Kalo gitu, pucuk dicinta ulam tiba” ujar Butak pake peribahasa

“Apaan?”

“Pucuk dicinta ulam tiba, dikau meminta daku ada.”

“Hah! Pagi-pagi dah ngomong cinta sgala”

“Bener. Kemaren gue beli kaos metal”

“Beli apa ngutang…?” Bening ragu

“Cash. Nona…” sahut Butak bangga. “Bentar lo tunggu dulu! Kaosnya buat lo aja…”

Butak ngibrit masuk kandangnya,,eh kamarnya. Mengambil kaos yang dimaksud. Emang bener masih baru! Masih dibungkus rapi! Kemudian ia berikan kaos itu ke Bening. Tumben, baek banget si Butak. Bening setengah gak percaya menerima kaos itu.

“Ikhlas kaos ini buat gue?” kata Bening akhirnya.

“Sumpah-jerapah! Gak percaya, belahlah dada daku…” sumbar Butak mencengkeram dadanya niru superman.

“Gue percaya sama lo, jerapah…” kata bening seneng

Butak melotot sambil nyengir kaya’ …..jerapah beneran.

……………………………………….

……………………………………….

……………………………………….

………………………………………

……………………………………….

(……tapi……hei tunggu dulu! Kaya’nya ga banget, ya? Butak bisa sebaek itu?? Hah, gak-bisa! Ini salah! Gak mungkin??!! Gue masih belum percaya! Ini pasti mimpi buruk! )

Sampai saat ini ku masih belum percaya, makanya, ku nggak bisa melanjutkan nulis cerita ini…… ini salah! Bener!

Nama band mereka Metal Death yang artinya : merdeka dan semau gue (iiihh, jauh amat!)

Category : cerpen

Pier & Metal Death

Female Vocal (1)

Nama band mereka Metal Death yang artinya : merdeka dan semau gue (iiihh, jauh amat!).

Salma, music studio

at 11.07 am

Ruang studio musik itu nyaman dan canggih. AC-nya lancar dan fasilitas peralatannya lengkap. Lantainya ditutup karpet seempuk kasur. Bikin betah kalo lagi latihan band. Dinding-dindingnya dilukis gambar pemandangan alam. Maklum aja, tempat itu dulunya studio photo yang dirombak jadi studio musik. Gak heran jika di luar studio juga dibuat taman. Ada ayunan, ada kolam kecil yang di atasnya melintang jembatan kayu, ada juga patung-patung lucu. Tapi yang paling menyenangkan, di pojokan taman ditanami pohon belimbing yang selalu berbuah. Kalo booking tempatnya lama, suka dikasih buah belimbing sama yang punya studio.

Pier bersama teman bandnya keluar ruangan studio begitu batas waktu sewa studio habis. Dan segera digantikan serombongan anak SMP yang nekat bolos pelajaran buat latihan band. Berantakan sekali latihan hari ini. Dua jam ngulik lagu baru, gak satupun nada pas kedapet. Tambah sebel lagi saat alarm meraung ngusir mereka. Bikin kuping serasa diiris-iris. Tapi mending! Dulunya studio itu pernah pake kentongan untuk nandain jam latihan usai. Kesannya jadi kayak maling yang ketangkep hansip kelurahan. Untung sekarang sudah dipasangi alarm. Sembari nunggu bos mereka yang masih di ruang kontrol, mereka duduk-duduk di lantai teras studio membuka bekal rantang susun yang dibawa dari rumah.

Nama band mereka Metal Death yang artinya : merdeka dan semau gue (iiihh, jauh amat!). Band bentukan Pier sama kakaknya Asgus, dan satu temennya yang manis : Giok Watusamin, serta satu temennya lagi yang (gak) manis si Butak Wangonot (baca : si Butak dari gua hantu!). Diasuh oleh Paul, manager sekaligus bos yang selalu ngasih subsidi ke meraka, juga diasuh oang tua masing-masing tentunya. Style meraka cukup serem :  Poprock! Disegani dan sering diundang main di panggung-panggung mini. Diundang di pembukaan minimarket, di peresmian pabrik minicompo, di pergelaran fesyen rok mini, dan masih banyak lagi..pokoknya yang mini-mini (Cita-cita sih pingin main di Taman Mini Indonesia Indah)

Paul berjalan keluar ruangan menghampiri anak-anak. Sementara Asgus dari tadi masih ketiduran di dalam studio. Mungkin kecapean betot senar bass yang menurutnya kegedean. Pinginnya sih pake senar pancing biar agak ringanan dikit! Tapi lagi enakan tidur,  sebentar juga dah digebukin pake pedal drum diusir sama pemilik studio. Asgus misuh-misuh

“Permainan kalian jelek hari ini!” kata Paul dengan muka lusuh, kayak abis ujian masuk pegawai negeri.

Anak-anak Cuma mesem. Mereka pada sudah hafal bos Paul pasti bilang begitu tiapkali kelar latihan. Tapi pernah pas listrik studio mati dan mereka gak jadi latihan bos Paul bilang ,”hari ini…permainan kalian jelek!” (Yeee…gak beda!)

“Kalian mestinya maen rock keras, bukan lagu daerah!” tambahnya dengan muka yang kini jadi garang. Anak-anak mengkeret. Alamat ga baik?! Anak-anak saling pandang.

“Eh, vocal gue tadi masuk gak, sih?” bisik Giok ke Pier takut kedengaran Paul.

“Iya, entar besok senin depan, sekalian bayar duit kursus” desis Pier gak nyambung. Giok manggut-manggut setuju(?!)

“Apa!!” samber Paul ganas. “Gue, lebih baik denger Butak kejepit pintu daripada denger vocal Elo tadi. Elo harusnya pake feeling kalo nyanyi, asal tereak aja..!” lanjutnya sadis nunjuk idung giok.

“Bukannya vocal gue, tapi suara gitarnya aja yang gak masuk” Giok coba berkelit.

“Mampus semua! Suara gitar, bass, vocal…loncat-loncat gak karuan kayak monyet kelaparan” kata Paul masih galak.

“Gimana gue mo’ maen gitar kalo yang ngedrum …monyet beneran!” Pier menukas gak mau kalah, ngelirik ke monyet..eh Butak.

“Jangan salahin gue, dong” iba Butak ngumpet di kolong meja teras studio, “gue udah bener, drummnya aja yang gak setem..”

“Eeee..buruk tampang cermin lo makan!” koor serempak anak-anak.

Semua saling menyalahkan satu sama lain. Ternyata gak gampang bikin band. Rupanya mereka lupa pada hal paling mendasar, bahwa kemampuan mereka cekak-cekak doang. “Ngebandlah untuk nyehatin tubuh dan jiwa, gak usah muluk-muluk bisa rekaman di Amerika “ kata pepatah yang sepertinya sudah tak berlaku lagi bagi anak-anak.Mereka beneran pingin rekaman. Tapi baru tahap latihan saja pada perang dunia, gimana nanti kalo sudah bagi-bagi duit royalty.

“Perang dunia di studio itu berakhir kira-kira jam dua, saat cacing di perut ngitik-ngitik usus. Laper!

Dan di tengah-tengah suasana itu Paul dapat ilham.

“Yeeesss…oke…yess…okeee…eureka….eureka….” teriak Paul jingkrak-jingkrak kegirangan. “Kita mesti ganti aliran : old school rock with female vocal. Kita pake vocal cewek!” kata Paul mantep.

Yea, band itu butuh vokalis cewe sekaligus ngerubah aliran musik mereka. Anak-anak saling bengong gak rela dengan perubahan itu. Pier menatapi langit yang tiba-tiba berawan. Ngebayangin perubahan besar yang bakal terjadi. Asgus mijit-mijit jempolnya seolah pingin ngelepasin. Giok tertunduk pilu. “Kalo gue dipecat dari posisi vocal, gue mo’ nyambi apa?” ratapnya pilu. Sedang Butak memandang hampa kearah rantang susun yang emang udah kosong isinya.

“Enggaaaa maauuuu…hiks hiks hiks…” suara mereka serempak hampir nangis.

—————————



[cerpen] Female Vocal

–  Female Vocal (1)

–  Female Vocal (2)

–  Female Vocal (3)

–  Female Vocal (4)

Nama vokalis cewe itu: Nurma Murnalisa Hepi Adhitama Sekar Kembang Setaman Sri Maharani Endang Waluyo

Category : cerpen

Pier & Metal Death

Female Vocal (2)

Nama vokalis cewe itu: Nurma Murnalisa Hepi Adhitama Sekar Kembang Setaman Sri Maharani Endang Waluyo


Nyatanya mereka mau!

Itu setelah Paul menjanjikan bahwa lagu mereka bakalan diikutkan di album kompilasi Rock Metal sejawa-Bali. Kalo ga lulus seleksi, terpaksa dimasukkan ke kompilasi Rock Metal se Asia Tenggara! Tapi bukan hanya itu saja sebabnya, melainkan karena bergabungnya vokalis baru yang bikin semangat mereka membumbung bak balon gas lepas dari pegangan. Suprais banget! Giok juga setuju, dia masih ke pake di Backing Vokal dan ga jadi nganggur.

Nama vokalis cewe itu: Nurma Murnalisa Hepi Adhitama Sekar Kembang Setaman Sri Maharani Endang Waluyo (Busyet, anak mana sih? Biar diupah gocap ga mau kalo suruh nyebutin lagi. Susah dihafal. Kalian juga pasti ga hafal! Mending, daripada si Butak yang emang paling susah hapalannya. Ngapalin nama depannya aja kacau. Dia selalu salah manggil, kadang : Narmo, kadang lagi : Marno! Hi..hi….)

Tapi yakin, semua pasti udah pada kenal.

Dia memang orang terkenal. Wajahnya sering nongol di layar tipi ato di poster-poster di pinggir jalan. Dia seorang model iklan, yang udah jelas cakepnya selangit. Wuih! Anak-anak pada heran, bisa-bisanya Paul ngelobi tuh cewe. Disamping cakep, orangnya juga mudah gaul. Buktinya pertama kali latihan sudah sekamar sama anak-anak (namanya juga latihan band). Suaranyapun merdu.

“Vokal kamu bagus. Kenapa ngga gabung di band yang lebih gede?” tanya Pier waktu briefing di rumah Paul.

Nurma Cuma jawab kalem. “Ah, sekarang banyak band gede. Saya cari band yang model ketat sama dikit  kebuka”

“Ato kerja lain yang memerlukan vocal merdu kamu” tambah Asgus

“Iya, Nur” Giok ikut nimbrung. “Lo bisa daftar ke radio jadi penyiar, ato kerja di tipi jadi Presenter. Duitnya lancar! Temen gue aja sekali pulang bisa ngantongi sejuta..,kadang dua juta. Paling sial ngantongi microphone yang sempet ketilep…”

“Enakan jadi Pembawa acara di televise, Mar” timpal Butak masih ga paham, “Ntar kalo diterima, geret aku ya..soalnya pingin banget jadi assisten lighting! Kerjanya enak, ngincer-ngincer doang pake alat canggih. Bisa ngerekam adegan saru juga…” .(nah-lo, ‘Ngga Banget’  kan si Butak?!)

“Kalian ini gimana, nggak seneng ya saya gabung di band kalian,,,? Nurma jengah. “Baik. Besok saya keluar dari band kalian!”

Anak-anak panik.

“Jangan, Nurma! Kita khan hanya pingin nyeneng-nyenengin ati kamu. Gue ga tega tampang cakep sama kelebihan kamu cuma berakhir di band ini. Sayang kan kalo disia-siakan.”

“Nggak juga. Meski saya sudah jadi model, saya seneng di band ini. Saya seperti kalian. Merangkak dari bawah. Dari hal-hal kecil kayak gini. Saya nggak akan sok artis dan lupa sama masa lalu…” sahut Nurma manis sekali.

Anak-anak ngerasa adhem mendengarnya.

—————————



[cerpen] Female Vocal

–  Female Vocal (1)

–  Female Vocal (2)

–  Female Vocal (3)

–  Female Vocal (4)

Sejak Metal Death ganti aliran dan Nurma gabung ke band itu, rating mereka naik

Category : cerpen

Pier & Metal Death

Female Vocal (3)

Sejak Metal Death ganti aliran dan Nurma gabung ke band itu, rating mereka naik

Paul benar. Sejak Metal Death ganti aliran dan Nurma gabung ke band itu, rating mereka naik. Kalo dulu dikenal sebatas komplek RT doang, sekarang Kelurahanpun tahu. ( Jelas aja, rumah mereka dekat kantor Lurah!). Berbagai tawaran main membanjir. Panggung-panggung local digempur abis-abisan. Sampai mereka nolak-nolak. Bahkan undangan ke konser Woodstock gak ditanggepi. Ya-iyalah, karena emang mereka gak disuruh maen tapi suruh bersih-bersih lapangan. Perihal Nurma, dia jadi Diva tersendiri di jalurnya. Tambah bangga, lagu mereka lolos masuk album kompilasi.

Seabis konser launching album keroyokan bareng band sekota mereka, Paul berbaik hati ngasih bonus ke anak-anak. Tiap orang dapet gelas cantik (Yeee…!) sama esok harinya ngajak mereka makan di Ayam Goreng Solo.

Anak-anak seneng banget dan dandan abis kayak mo’ ke pesta. Giok yang paling care sama penampilan, pake ke salon segala.. Macho banget dengan sanggul pasangan(iiih banget!)

“Nurma kemana, sih, belom datang?” tanya Paul begitu mereka sudah ada di mobil VW lawasnya.

“Dia ada syuting, katanya ntar nyusul belakangan” jelas Pier.

“Syuting apaan?”

“gak tau”

“Padahal setelah makan kita ada rapat perusahaan”

“Iya. Bos. Kemaren ketemu di jalan lagi syuting produk aspal. Mungkin hari ini syuting produk rambu lalulintas..” celetuk Asgus dari jok belakang.

“Kita mampir dulu ke rumah Nurma” Giok ngasih ide

“Nggak! Bensin mobil gue cekak!” Paul nggak setuju.

“Bener,Bos. Daripada nanti ga nyampe rumah makan, rugi dong ga jadi makan! Emak gak masak hari ini” sahut Butak kuatir. “sekalian kalo Nurma gak jadi datang, jatahnya dirangkepin aja ke gue”

Huuuuuu….anak-anak mendelik sewot.

Mobil melaju dan tiba di rumah makan. Ternyata Nurma sudah menunggu di sana. Anak-anak girang. Mereka berebutan cari bangku kosong. Paul, Nurma Asgus di meja yang dekat tipi.Giok di meja di pelataran yang dari situ bisa ngecengin cewe yang lagi latihan tari di sanggar seberang jalan. Pier sama Butak pilih di bangku pojok deket dapur. Mereka suka dapet ceker gratis di situ. Juga di sampingnya ada akuarium berisi ikan louhan. Pier sering ketawa sendiri kalo liat ikan itu. Nongnongnya saingan sama si Butak!

Kelar makan anak-anak dikumpulin di meja tengah. Mau ada konferensi. Dasar bandel, anak-anak pada sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Giok malah kabur ke sanggar tari. Dia ikut latihan. Rencananya mau diadaptasi untuk aksi panggungnya. Sementara Asgus sibuk ngumpulin tulang di bangku-bangku  “Buat si Cinot kucing gue yang  di rumah,” jawabnya sambil masukin tulang ke kantong plastik. Sayang, di bangku yang tadi di duduki Butak gak ditemukan tulang sedikitpun. Butak kalo makan kuat, gak bersisa sama sekali. Pinggir-pinggir piringpun ikut gempil ketelan.

Konferensi dimulai setelah anak-anak ngumpul. Paul yang ngomong.

“Hari ini permainan kalian sudah baek, teman-teman. Tapi gak berarti kita puas sampe di sini. Kita baru awal dan butuh langkah yang lebih berani untuk maju. Setidaknya lebih maju ketimbang puser Butak yang emang udah maju dari dulu. Gue ada rencana kita bikin album penuh Full Length. Ntar gue cari tambahan dana buat modal kita. Kita rekaman di label yang lebih gede. Kalo udah kita daftar jadi Caleg Partai…eh maksudnya, kita daftar ke konser tingkat nasional ato internasional…kalian pasti seneng bisa keluar negeri. Makanya, gue kasih kalian cuti sebulan nyiapin lagu sama ningkatin kemampuan. Khusus Nurma, ntar gue sekolahin ke kelas vocal. Dan jangan lupa…..kalian cuci kaki sama berdoa sebelum tidur. Paham?!”

Anak-anak ngangguk dan menguap lebar-lebar. Butak yang paling lebar!

—————————

Mereka berusaha ningkatin kualitas dan skill masing-masing.

Pier yang kebagian pegang gitar, bela-belain naek gunung segala. Nyari suasana yang sepi dan sunyi. Bawa ransel gede komplit, gitar akustik, dan tak lupa notes sama pulpen. (Kali aja dapat ilham ramalan togel harian). Dirimbunnya ilalang dia ambil posisi. Siap berlatih biar sayatan gitarnya bisa sealus desah angin gunung dan sealus butiran kabut. Tapi yang muncul kemudian malah bangsa makhluk halus beneran. Ada roh halus, kuntilanak halus, kulit halus, pipi halus, dan semua yang halus-halus. Pier pingsan ngeliatnya dan gak jadi latihan. Dia digotong rame-rame sama suster-suster halus dibawa ke puskesmas terdekat di gunung itu.

Semerntara Asgus, bassis itu pingin jempolnya lebih kuat. Biar pas nyabik senar bass bisa menggelegar. Dia latih jempolnya tiap hari. Makan pake jempol doang, nyuci pake jempol doang, nyeterika pake jempol doang….ngupi, sms, ngerokok, tulis surat…pokoknya semua aktifitasnya pake jempol doang. Karena fanatiknya sama jempol,dia gak mau pake cincin di jari yang laen.

Eh-ada cerita soal jempol Asgus dan cincin azimat:

Asgus dapat cincin dari bang Karno yang tukang jualan batu akik di pasar.

“Cincin ini ampuh buat azimat. Bisa dipake buat pelet cewek yang elo taksir,” kecap bang Karno waktu itu.

“Masak iya…” Asgus mulai percaya

“Eee gak percaya! Begini,nih. Elo pake di jari manis terus diusap-usapin ke jenggot…nah elo kan punya jenggot panjang…” katanya sambil mratekin omongannya,” …setelah itu, lo usapin ke cewek yang lo taksir..”

“Ke jenggot juga?” tanya Asgus antusias

“Iya, ke kumis!!” bang Karno sebel. “ Ya pokoknya terserah lo. Tunggu sampe malem, cewek itu pasti datang…”

Pulangnya Asgus nemu mangsanya di angkot. Cewek manis yang duduk di sampingnya. Bukannya di jari manis, dia pake cincin itu di jempolnya dan mulai dipratekin semua omongan bang Karno. Siiplah! Dia nunggu sampe malam di depan rumahnya sesuai yang dipesan bang karno. Betul aja. Kira-kira jam sembilan malam ada yang datang. Tapi  bukan cewe manis yang di angkot tadi melainkan bang Karno yang mo nagih duit cincin yang belon dibayar Asgus di pasar tadi.

Laen lagi Giok. Dia cukup arif ngelatih vokalnya. Tiap pagi teriak-teriak ngelatih pita suaranya di areal persawahan. Hasilnya, burung-burung pipit jadi ketakutan, pada ngeloyor pergi dan gak jadi nyuri gabah. Petani jadi seneng. Lumayan, Giok sering dikasih duit upah ngusir burung sama yang punya sawah. Giok seneng banget. Dia bertekad nerusin kerja freelance itu sampe tua.

Ada lagi. Lain ladang lain belalang, lain pohon lain monyetnya. Dan monyet yang satu ini…eh cowo manis yang satu ini, si Butak dari gua hantu yang tukang gebuk drum, cukup berlatih di mesjid di kampungnya. Tiap hari dia jadi rajin ke mesjid mukul bedug menjelang waktu adzan. Dia mukul semangat banget hingga jamaah yanmg pada sembahyang jadi ga khusuk gara-gara Butak mukul bedugnya ga berenti-berenti meski imam sudah mulai. Setelah sembahyang kelar Butak segera di amankan ke kotak mimbar.



[cerpen] Female Vocal

–  Female Vocal (1)

–  Female Vocal (2)

–  Female Vocal (3)

–  Female Vocal (4)