• Kecantikan dan keindahan tubuh perempuan merupakan kriteria ideal. Seorang Putri Kecantikan adalah perempuan yang identik dengan penampilan sempurna. Meski brain, beauty, behavior yang jadi patokan tetapi faktor beauty yang paling ditonjolkan. Di masyarakat berkembang perempuan dengan fisik ideal adalah sang juara. Dia adalah seorang ‘Putri’.

• Lalu, bagaimana dengan perempuan yang tidak memiliki tubuh yang ideal dan penampilan fisik yang sempurna di kehidupan masyarakat kita? Apakah itu berarti mereka tidak punya kesempatan untuk meraih sukses?

• Tidak semua perempuan dilahirkan dengan keadaan fisik yang sempurna, tubuh yang ideal, atau wajah yang cantik. Fenomena yang terjadi saat ini adalah masyarakat cenderung melecehkan perempuan yang secara fisik tidak ideal. Misalnya, para perempuan big size. Sebagian besar masyarakat memberikan penilaian negatif terhadap kemampuan yang mereka miliki.

• Pelecehan harga diri dari lingkungan sering menimbulkan masalah bagi para perempuan big size. Mereka cenderung mengalami self-regulated behavior yang rendah. (Self-regulated = kemampuan seseorang untuk mengubah respons, seperti mengendalikan impuls, menahan hasrat, mengontrol pikiran, dan mengubah emosi). Keadaan ini mengakibatkan konsep diri para perempuan big size itu juga rendah.

• Judgement buruk dari masyarakat merupakan pemicu stress dan depresi bagi kebanyakan perempuan yang memiliki tubuh tidak ideal. Menimbulkan perasaan malu, rendah diri terhadap mereka.

• Pada akhirnya tak bisa mengontrol emosi dan menghilangkan jati diri, mereka berlomba mengubah diri menjadi sosok ‘perempuan ideal’

• Tidak selamanya tubuh tidak ideal seorang perempuan membawa kesengsaraan. Walaupun di masyarakat berkembang perempuan dengan ukuran big size dianggap tidak ideal, tetapi Tuhan menganugerahkan kelebihan lain yang harus di asah. Banyak contoh yang bisa menjadi motivasi, Queen Latifah yang sukses menjadi penyanyi, model, artis ternama, Dewi Hughes yang sukses di dunia entertainment Indonesia. Innerbeauty itu lebih berharga!

**Adaptasi dari tulisan ELISSA FEBRIANI PURNAMASARI di Koran Jawa Pos 22 Januari 2011 ‘Jawa Pos For Her’