pipi merah tersipu malu
Category : cerpen
Rumpun Duri Ranupane (5)
Tetapi tidak, namanya Danny!
Waktu berlalu bagi Ilalang. Menyisakan lembar-lembar diary yang mesti ditulisi lagi. Pada acara festival musik di kampusnya kembali dia menemukan lelaki misterius itu. Wajahnya yang masih ia hafal ada di antara kerumunan penonton. Ilalang tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengulangi kesalahannya. Ia datangi lelaki itu sekaligus memulai alur baru bersama Danny, lelaki yang menolongnya di telaga Ranupane.
Dan cerita bergulir semudah embun menetes dari ujung daun. Ilalang bersama Danny. Dalam suka dan keceriaan hubungan mereka. Jalan-jalan di kota mereka, nonton konser bareng, atau berburu tanaman langka di hutan. Bahkan Ilalang jadi suka hal baru yang dahulu tidak menjadi hobinya, ia sering ikut Danny naik gunung, sekalipun belum pernah sampai puncak karena tak tahan dingin. Setahun lebih Ilalang bersama Danny. Selama itu pula ia tak bisa mengartikan semua kebaikan dan segala perhatian Danny untuknya. Apakah kasih sayang seorang sahabat, atau cinta Danny untuk seorang gadis bernama Ilalang?
Ilalang sendiri tak yakin dengan hatinya. Yang jelas ia akan sangat rindu jika dalam hitungan minggu Danny tak berkunjung ke rumahnya. Kangen dalam posisi seorang sahabat? Karena sampai saat itu ia masih bersama Reno, meski hubungan mereka sudah kritis untuk terselamatkan.
Selainnya, ia akan sangat merasakan nyeri di hatinya jika Gading, gadis manis itu, selalu ikut pendakian-pendakian yang di lakukan Danny. Tentang ini Ilalang pernah menanyakan langsung waktu Danny datang ke rumahnya.
“Gading itu pacar kamu, ya?”
Danny hanya tersenyum tak menjawab. Dia asyik menyisir-nyisir daun Nolina yang mulai kerdil dan menggulung hampir mati.
“Bener kan?! ulang Ilalang jengkel.
“Terserah kamu lihatnya sebagai apa, Permaisuri kali ya..!” jawab Danny sekenanya
Kalau sudah begitu Ilalang akan memilih tak berkata-kata selanjutnya. Dia malas menebak-nebak arti canda atau kesungguhan sikap lelaki itu. Begitupun ketika ia menyinggung kearah yang lebih jelas. Dia selalu pada posisi mengambang di ending ceritanya.
“Sekali-kali kita rayakan valentine dong….” Ajak Ilalang waktu itu
“Di mana..?” tanyanya
“Di rumah saja…terserah di rumahku atau di rumah kamu”
Danny memikir-mikir sejenak, kemudian, “…valentine tanggal berapa, sih?”
Ampun! Ilalang melengos jengah. Hah!
“Maksudku….,” Danny meralat bicaranya,” valentine masih berapa hari lagi? Mungkin aku nggak bisa, besok aku ke Solo ke rumah bulik..kira-kira seminggu…jadi doakan saja aku bisa pulang sebelum valentine….”
Valentine day, hari yang muram bagi Ilalang. Danny tak datang. Masih di Solo atau entah berada di dunia sebelah mana. Ilalang mengurung diri dalam kamarnya meredam rasa bencinya terhadap lelaki itu.
Baru dua hari kemudian Danny muncul. Ilalang sibuk di taman memindah-mindah bunga yang akhir-akhir ini mulai tak terawat. Ia tak mengetahui kedatangan Danny.
“Hai..” sapa Danny dari luar taman. Dia tampak malu memandang Ilalang yang hanya mengenakan celana pendek dan atasan tanpa lengan.
Ilalang menoleh dan menatap lama lelaki di depannya. Tidak bisa! Dia tidak bisa marah terhadap lelaki yang kerap hadir di mimpinya itu. Ia ulaskan senyum. “Lama banget di Solo?”
“Iya, baru tadi malam sampai rumah,” kata Danny menghampiri Ilalang dan menyerahkan polybag berisi tanaman nolina .”..milik kamu hampir mati kan?”
“Beli di sana?”
“Nggak, bawa dari rumah” jelas Danny, “…yang ini asli Solo,” lanjutnya memamerkan kardus kecil.
“Oleh-oleh kas Solo, ya?”
“Ini aksesoris batik, tapi buat mama kamu…”
“Buat aku mana?” Ilalang tersenyum masam. “Mama ada di kebun belakang…”
Danny berlalu tak lupa berbisik,” yang lebih kebuka nggak ada ya?”
Ilalang tertawa dan meninju lengan lelaki itu.
[cerpen] Rumpun Duri Ranupane