Gadis Diantara Bunga-Bunga

Category : potret

Seorang gadis itu cantik. Sekuntum bunga juga cantik. Banyak gadis yang menyukai bunga. Tapi, jangan bayangkan kamu akan memetiknya sembarang. Wow, gambar gadis yang berada di antara bunga-bunga indah:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

link 1,2

 

Cerpen : Kayu Gunung

Category : cerpen

Tanganku layu meletakkan kayu bakar yang terkumpul tak seberapa. Hawa yang kurasa terlalu dingin meremukkan seluruh sendi dan kekuatanku. Di bivak yang aku dirikan sederhana aku berlindung dari hujan deras yang menguyur seluruh bagian gunung. Aku tak yakin kayu yang aku bawa bisa terbakar api, keadaan sangat basah, tapi biasanya kayu gunung cukup bertahan dan bisa dinyalakan dalam keadaan basah.

Aku memutar roda pemantik api tapi sepertinya tak ada bunga api yang keluar, ah-kenapa tak membawa pemantik elektrik? Berulang roda pemantik kuputar tetap saja tak ada bunga api yang terjadi. Ada bagian pemantik yang ikut basah sehingga tak menghasilkan loncatan bunga api. Kuulangi memutar roda pemantik dengan lebih keras. Hah! Putarannya menjadi terasa lain, aku tahu pasti batu apinya terpental keluar. Benar saja, hanya ada gesekan roda pemantik dengan per penyangga batu api.

Hujan semakin deras. Hempasan angin keras menerbangkan air basah ke posisiku berlindung. Seperti sia-sia bivak yang kudirikan. Semuanya basah. Jarak pandang semakin sempit oleh guyuran hujan yang disertai badai.

Aku harus mencari tempat yang lebih terlindung. Pos di atasku yang aku tak mengetahui masih berapa jauh jaraknya, atau kembali ke pos di bawah, sekitar 2 jam perjalanan, itupun dalam kondisi perjalanan normal tidak hujan badai seperti saat ini.

Tapi, jangan terlalu berharap, sekarangpun keadaan diluar kendaliku. Tubuhku menggigil hebat, tanganku kaku beku.

Korek api….korek api….korek api… tanganku meraih-raih dan mencari di saku tas ransel yang tak mungkin ada, aku ingat betul hanya membawa pemantik yang telah rusak tadi. Rasa putus asa membuat aku mengulang-ulang hal yang sama, mencari di seluruh bagian tas ranselku.

Aku semakin beku dan lemah. Gigiku saling merekat kuat menahan rasa dingin yang tak bisa kutahan. Tubuhku tak kuat dan berguling terkapar.

Bayangan peristiwa-peristiwa terakhir berloncatan mengisi otakku, berjejal diantara ilusi ketakutan dengan keadaanku yang sekarang. Disaat seperti ini orang-orang dekatku seperti hadir di depanku. Mataku sudah tak bisa melihat dengan jelas.

Hah! Ini terlalu mudah!

Aku hanya pandangi tumpukan kayu gunung yang kini basah oleh hempasan air hujan. Sekuat yang bisa kulakukan kakiku kejejakkan ke tumpukan kayu, menggesernya agar mendekat kearah tanganku. Aku bisa meraih kayu itu meski terasa susah memegangnya. Aku jepit diantara kedua lenganku.

Aku pukul-pukulkan kayu itu ke kayu yang lain. Aku pukulkan tak henti. Aku pukul…aku pukul..terus..terus..terus…aku pukul terus…ke kayu yang lain…

Aku pukul terus sampai bunga api keluar dari kayu gunung itu. Aku memukul semakin keras kayu gunung yang lain. Bunga api semakin banyak  dan besar. Kayu gunung mulai terbakar. Api berkobar membakar tumpukan kayu gunung yang lain. Membakar rumputan di sekitarnya. Membakar udara yang basah oleh hujan badai. Membakar langit di atasku. Membakar seluruh bagian gunung.

—0—

Kabut turun pekat, menutup mentari yang mulai jatuh di langit barat

Category : cerpen

Rumpun Duri Ranupane (1)

Kabut turun pekat, menutup mentari yang mulai jatuh di langit barat. Mendadak udara menjadi sangat beku. Ilalang mengetatkan jaketnya. Galau sekali gadis itu memandang gerumbul semak duri di tepi-tepi telaga Ranupane. Dia baru menyudahi setelah kabut mulai merintangi pandangannya. Tak tahan dingin Ilalang beranjak masuk ke pondokan pendaki.

“La….mereka datang!”  terdengar teriakan dari luar pondok. Ilalang terperanjat. Suara Ilham sahabatnya mengusik lengang ruangan.

“Semuanya sudah ditemukan?”  Tanya Ilalang antusias.

“Keempat mayat sudah dibawa ke basecamp,” sahut Ilham,”kondisinya parah..mungkin meninggal seminggu lalu….”

“Anak mana..?”

“Susah dikenali, belum ada keterangan pasti..”

“Mas Ragil?!” potong Ilalang cepat.

“Belum kelihatan, masih di atas bersama tim terakhir…”

“Kita ke sana!”

Keduanya menuju pos basecamp pendakian yang tak jauh dari tempat itu. Ini hari kedua gadis itu di Ranupane. Menunggu mas Ragil beserta rekan tim SAR mengevakuasi mayat para pendaki yang meninggal di Semeru, dan menunggu…Danny yang ia tahu juga mendaki di gunung itu. Sampai sekarang belum turun!

“Bentar, Ham….” seru Ilalang menghentikan langkah. “….Danny ada diantara mayat itu?”

Ilham memandang sendu Ilalang.

“…entah..?” suara Ilham lirih. Ia gandeng erat lengan Ilalang. Ia tahu gadis itu sangat cemas.

Tiba di basecamp tempat itu penuh anggota tim SAR. Beberapa penduduk sekitar juga ikut melihat keempat mayat yang dijajarkan di balai ruangan. Ilalang menyurutkan langkah. Keraguan menyesak di dada gadis itu.

“…Danny…kamu tidak secepat ini mati…jangan ambil nyawanya, Tuhan….lindungi dia….” Doa Ilalang

Dengan keberanian yang tersisa ia mendekat. Tubuhnya gemetar menatapi mayat itu satu persatu.

[cerpen] Rumpun Duri Ranupane

 

update : bagian terakhir ‘ Rumpun Duri Ranupane

 

Puncaknya saat ia mendengar tentang penemuan mayat pendaki liar di Semeru oleh penduduk pencari tanaman obat

Category : cerpen

Rumpun Duri Ranupane (2)

Ilalang sedang menikmati tayangan televisi pagi itu. Gerimis meluncur kecil-kecil sisa hujan deras semalaman. Membuat malas gadis itu untuk berangkat ke kampus. Sampai suara telepon memaksanya bangkit.

“Hallo bisa bicara dengan Ilalang…” Terdengar suara dari seberang.

“ ya, ini Ilalang…”

“Oh….dik Lala, ya… ini tante Ratrih…”

Ternyata tante Ratrih mamanya Danny.

“Ada apa tante…?”

“Dik Lala tahu nggak kemana Danny naik gunung?”

“…engga, Tante! Danny memang bilang mau naik gunung…tapi engga cerita  mau naik kemana…”

Terdengar desah kecewa dari wanita itu.

“…aduh…gimana ya, dik Lala…tante takut sekali….mana cuaca seperti ini,..Danny suka nekat! HP saja ditinggal di rumah…tante bingung…”

Ilalang juga mulai cemas.

“ee…biar Lala cari tahu ke teman-teman…”

“Tolong bantu tante ya, dik Lala….”

“Baik tante…”

Ilalang bolak-balik mencari tahu keberadaan Danny. Nihil! Teman-teman Danny tidak ada yang tahu kemana perginya.

Danny…kamu gila!  Bathin Ilalang kesal

Puncaknya saat ia mendengar tentang penemuan mayat pendaki liar di Semeru oleh penduduk pencari tanaman obat. Hati Ilalang berdebum keras! Ia mulai menduga hal buruk terjadi. Dia tahu Danny sering mendaki gunung itu.

Kepastiannya ia perlu menemui mas Ragil, teman dekat Danny yang anggota SAR wilayah.

“Tolong bawa Danny kembali untuk Ilalang….” pintanya penuh harap saat mas Ragil dan rombongannya berangkat ke gunung.

[cerpen] Rumpun Duri Ranupane

Bunga itu menyembul di antara semak di pinggir telaga Ranupane

Category : cerpen

Rumpun Duri Ranupane (3)

Perkenalan mereka singkat.

Bunga itu menyembul di antara semak di pinggir telaga Ranupane. Menebarkan pesona hingga memikat rasa suka di mata siapapun yang melihat. Ilalang menghampiri. Dia tak memperdulikan rombongan temen-temannya yang telah jauh meninggalkan dia, menuju kendaraan yang akan membawa mereka kembali ke Malang. Ia berniat mengambil dan menanamnya nanti setibanya di rumah.

Agak menjorok ke bibir telaga letaknya. Ilalang menjejak-jejakkan kakinya mencari pijakan tanah yang lebih keras. Setelah berhasil ia merunduk dan mulai menggali dengan pisau kecil yang dibawanya. Hati-hati sekali ia mencabut akar tanaman itu. Indah sempurna! Lama ia pandangi bunga yang kini telah ada di tangannya.

Setelah puas ia segera kembali. Tetapi langkahnya yang tergesa berakibat….Oukh..!! Hampir saja dia terjatuh ke telaga kalau saja tak ada tangan yang menariknya. Ia bersigap. Belum pulih benar kesadarannya dia mendengar gedebuk orang yang menolongnya terperosok ke cekungan semak. Rupanya backpack berat di punggung orang itu membebani ,keseimbangannya.

“Bantu, dong…!” kata orang itu menggapaikan tangannya ke Ilalang.

Ilalang diam saja. Ia masih terkesima dengan dewa penolongnya itu. …cowok…lumayan sangar dengan mata sekelam rimba.

“Mau nolong nggak..!” ulang orang itu

Ilalang mengulurkan tangannya. Ia meneliti lelaki di hadapannya. Sekali lagi dia terpekik

“Pipi kamu berdarah!’ katanya kemudian

Lelaki itu meringis menahan sakit di wajah akibat tergores patahan ranting waktu jatuh tadi.

“Aku carikan obat merah..,” lanjut Ilalang membuka daypack miliknya. “Makanya jangan sok jadi pahlawan, tewas dulu kamu…”

-“Siapa yang mau nolong…,” kilah lelaki itu sambil memijit lukanya yang semakin berdarah,” …iyalah… besok lagi nggak usah ditolong biar nyebur sekalian….”

“Bukan itu maksudnya..” terus Ilalang masih mencari-cari di saku tas. “Enggak ada! Di ransel kamu ada?”

Lelaki itu Cuma menggelengkan kepala.

“Kamu tunggu di sini ya, tapi jangan kemana-mana…aku ambilkan obat merah dulu..!”

Ilalang berlari kecil menyusul rombongannya.  Bersemangat sekali gadis itu. Tidak seperti  kemarin tiga hari berkemah bersama teman putih abu-abunya. Sebenarnya ia tidak begitu suka kegiatan alam terbuka. Ia mengiyakan sewaktu diajak camping perpisahan kelas. Menghibur hati setelah bersitegang dengan Reno, kekasihnya. Lagipula mungkin ini saat  terakhir berbagi senang bareng teman sekelas.

Kembali lagi, Ilalang membawa obat yang dimaksud. Ia mengamati setiap penjuru. Betapa kecewa hatinya ketika tidak didapatinya lelaki itu. …atau…jangan-jangan benar mitos itu, kalo daerah ini masih angker! Tidak hanya lari kecil, sekarang dia berlari sekuat kakinya meninggalkan tempat itu. Setannn!!!

[cerpen] Rumpun Duri Ranupane