Di Sini Tak Ada Setan

Category : cerpen

Pier & Metal Death : Di Sini Tak Ada Setan

 

 

 

 

 

Sosok bertaring dan berkuku panjang itu terus mengikuti langkah Giok. Matanya yang setajam pisau cukur menembus kepekatan malam. Merasa ada yang menguntit, Giok mempercepat langkahnya. Sesekali ia menoleh dan menyorotkan senter ke belakang. Sosok itu langsung menyelinap ke balik pohon. Nyali Giok menciut. Tengkuknya merinding dan bulukuduk mulai berdiri. Giok menggaruknya. Amit-amit, sekarang merembet ke bulu keteknya ikutan meremang!

 

 

Tuit…tuit….tuittt…!! HP Giok berbunyi dan munculkan SMS:

Pulang yuk! Di gunung banyak setan. Ada drakula, pocong, mayat hidup tanpa kepala, Frankenstein…eh-ada juga Teletubbies. Hiii…takut!!

“Nggak takut!” omel Giok setelah baca SMS itu. SMS bernomor tak dikenal di kotak masuk HP-nya. Siapa malem-malem gini kurang kerjaan, nakutin orang? Giok melirik jam di layar HP. “Ampun, jam setengah delapan!”

Giok terpaksa berjalan sendirian menyusul teman-temannya yang telah berangkat naik gunung duluan.

“Hoi..kalian ada di mana?” Giok mencoba menghubungi salah satu nomor HP temannya. Setelah beberapa lama baru tersambung.

“Mayday-mayday…di sini Elang….suara anda tak begitu jelas di terima di pos dua….sebutkan posisi anda, babi hutan!” kata temannya di seberang.

“Sialan, nggak lucu!” maki Giok protes dengan sebutan dirinya. “Gue udah lewat pos satu semenit tadi…Pos duanya masih jauh nggak? Eh kalian jangan nerusin jalan, nunggu gue dulu ya…”

“Ha….ha….taon depan elo baru nyampe pos dua….naek ojek aja biar cepet!”

Ih! Setelah itu di tutup. Giok menggerutu.

Giok kembali berjalan. Pohon-pohon dan belukar di tepi jalur pendakian semakin rapat, seperti makhluk menyeramkan yang senantiasa melirik ke arahnya. Giok tercekat. Bibirnya gemelutuk. Akh, andai saja anak-anak nggak ninggalin dia sendirian? Ratap Giok melas.

 

 

Kenapa Giok bisa terpisah dari anak-anak? Ceritanya gini:

Rencananya mereka tujuh orang, berangkat naik gunung bersama. Ditunggu selama sejam lebih, Giok belum juga muncul. Nggak tahunya, anak itu lagi di salon buat berdandan (iiiiihhh…, mo’ naek gunung aja pake dandan segala!). Anak-anak pada dongkol dan mutusin naik duluan. Tinggal Giok sendirian, berangkat menyusul mereka. Sebenarnya Giok nggak akan nekat-nekat amat kalo saja di rombongan itu nggak ada…Ajeng, cewek manis yang diam-diam ditaksirnya. Giok lagi pedekate kepadanya. Ia nggak mau keduluan anak-anak yang saat ini pasti sudah pada tebar pesona ke gadis itu.

Malam kian mencekam. Derak dahan pepohonan dihembuskan angin terdengar mengerikan. Bau lumut hutan bercampur daun yang membusuk menambah kesan angker dan mistis jalur yang kini dilewati Giok.

 

 

“Duh, Tuhan…semoga di depan ada pasar malem nyasar…jadi nggak menakutkan kayak gini….” Doa Giok begitu menoleh ke belakang, dilihatnya ada sesuatu bergerak-gerak di semak. Sosok yang dari tadi selalu mengikutinya? Hiyyaaa!! Giok palingkan muka.

Giok mempercepat langkahnya. Beberapa kali kakinya tersangkut akar pohon yang melintang di jalan. Giok hampir putus asa. Sambil terus berjalan, bibirnya komat-kamit berdoa apa saja biar tidak teringat hal-hal menyeramkan. Atau, ia mencoba mengingat cerita-cerita lucu tentang gunung.

“Gunung ini aman, kok,” kata yang jaga basecamp tadi, “nggak ada makhluk-makhluk serem dengan lidah terjulur nakutin pendaki….karena…..emang mereka pada nggak punya kepala!”

Atau, cerita bang Karno yang jualan batu akik di pasar. “Kalo cari batu akik, di gunung tempatnya. Di sana ada biji mata yang nempel di pohon-pohon besar. Kalo disentuh, biji mata itu bisa berubah jadi batu akik..,” kecap bang Karno waktu itu.

Lain lagi cerita sopir mobil sayur yang mengantar ia ke basecamp. “Orang naek gunung sering ketemu ama tangan yang melayang-layang. Ntar kalo ketemu tangan itu, suruh aja kitik-kitik pinggang elo, biar elo ketawa dan nggak jadi takut….”

Ada lagi,

Astaga! Kok, ceritanya nggak lucu, serem malah! Giok begidik sendiri.

Tuitt….tuitt….tuitt… HP Giok berbunyi, ada SMS lagi dari nomor misterius tadi:

Ih-serem! Pernah denger cerita orang ilang di gunung? Masih mending kalo ditemu kuntilanak. Kalo kolornya doang yang ditemu sama dia? Malu-maluin!!

Sama seperti yang pertama, tak ada identitas si pengirim SMS. Giok pencet nomor itu. “Elo siapa, monyet!? Jangan nakutin gue! Gue takut apa!!”

Tak ada jawaban. Giok menyerah. Ia menerka-nerka siapa pemilik nomor itu. Ajeng-kah, karena sampai saat ini ia tak tahu nomor HP-nya, atau, mungkin saja nomor baru milik anak-anak yang bermaksud ngerjain dia?

Giok membaca lagi SMS itu, dan segera teringat dengan celana kolor yang dipakenya di balik celana rimba. Dia langsung ketawa membayangkan seandainya ada kuntilanak nemu kolornya yang motif kotak-kotak gambar bunga…seru! Rasa takutnya sedikit berkurang.

Tambah seneng lagi ketika dilihatnya kerlip samar di kejauhan. “Nah, itu semoga anak-anak di pos II,” gumam Giok gembira.

“Ajeeeengngng…!!” panggil Giok lantang.

Tak ada sahutan, selain gema suaranya yang berbalik arah masuk ke telinga.

“Ajeeeengngng….!!” Giok mengulangi lagi lebih keras.

Sama saja, tak ada sahutan selain gema suaranya seperti tadi.

“Asguuusss…Pieeerrr….Pauuuuull….” Kini ganti memanggil nama teman-temannya.

Aneh, kini hening, tak terdengar gema! Hingga empat detik kemudian terdengar gemuruh  diikuti suara menggelegar.

“Huaaaa….huaaaaa….huaaaaa….!!!!”

Giok terlonjak kaget. Jantungnya seperti terpental dari rongga dada. Terbirit-birit ia menyeret kakinya dan berlari secepat…. babi hutan. Setannnn!!!

…………………………

Rupanya bukan Pos II, melainkan sebuah sumber air. Tak ada siapa-siapa. Giok mencari-cari cahaya yang tadi dilihatnya. Nihil! Giok beringsut dan menurunkan backpack di punggungnya. Mengambil jerigen  dan mulai mengisinya dengan air sumber. Hati-hati sekali, karena harus memisah-misah potongan ilalang yang ikut melayang di dalam air.

Sampai kemudian……..

“Mo’ mandi malem, ya?” terdengar suara yang tak begitu jelas. Giok celingukan mencari asal suara itu, meyakinkan pendengarannya.

“Nggak takut masuk angin?” terdengar lagi suara bersamaan munculnya sosok makhluk di seberang sumber air. Menatap Giok dan memperlihatkan sebaris giginya.

Tapi gigi itu…?? Giok memperhatikan gigi makhluk itu. Lalu….

“K-K-Ku…mis..eh…k-k-kun..kuntilanaaaaakkkkk….!! Jerit Giok meloncat dan berniat berlari secepatnya. Ia tak memperdulikan senternya masih tergeletak di pinggir sumber air. Tak ayal, baru beberapa meter kakinya tersandung dan ia terjerembab ke gerumbul semak.

 

 

Giok sangat ketakutan, apalagi ketika sosok setinggi dirinya itu mendekat. Ia hanya bisa pasrah dan membenamkan mukanya ke semak. Matanya terpejam dan tubuhnya menggigil. “Tuhan…s-semoga ini hanya m-mimpi…s-semoga d-dia L-Lunamaya..a-atau R-Rihanna…a-atau s-siapa s-saja…p-pokoknya j-jangan k-kuntilanak….” Doa Giok hampir menangis.

 

 

Giok makin membenamkan muka ke semak, ketika sesuatu yang dingin mengguncang-guncang punggungnya. Kalo tidak ingat dirinya seorang cowok, rasanya ia pingin meraung menangis sejadi-jadinya.

“Heh…gue bukan kuntilanak..gue manusia!” ucap makhluk itu akhirnya.

Giok masih belum percaya. Berbagai pikiran berkecamuk di otaknya. Bagaimana kalau makhluk itu bohong dan kuntilanak beneran? Tapi…

Tapi…gigi makhluk itu….gigi makhluk itu pake kawat…masak iya kuntilanak pake kawat gigi?

 

 

Rasa penasaran mengalahkan ketakutan Giok. Ia balikkan tubuh. Perlahan matanya dibuka sebelah (jaga-jaga kalo yang dilihatnya kuntilanak beneran, lumayan, mata sebelahnya ga’ ngeliat!)

“Sekarang percaya?” Tanya makhluk itu menyorotkan senter ke muka Giok.

Giok membuka mata sebelahnya. Kini ia percaya makhluk di depannya manusia beneran, cewek kece lagi! Rasa takutnya langsung hilang.

“:Kacian deh kamu…kalo penakut nggak usah naek gunung sendirian, untung kamu belum ketemu kuntilanak beneran….” Kata cewek itu.

“B-Belum..?” rasa takut Giok muncul lagi.

“Iya. Biasanya sejam lagi dia nongol. Tapi dia baek, kok, nggak gigit orang…, Cuma nyekek!”

“Jangan, ah!” potong Giok cepat, “eh iya, gue Giok, elo?” lanjutnya menyorongkan tangan malu-malu.

“Avril Lavigne…” sahut cewek itu pede.

“Sk8r boy dong..yang bener ah!”

“Hi…hi…,” cewek itu tertawa. “Nggak! Gue Meira Aila..” ralatnya.

Meira Aila? Yang suka masuk tipi itu..??

Giok baru saja akan berdiri ketika HP-nya mengeluarkan bunyi, ada SMS lagi :

Enak kale yee, ketemu kuntilanak cakep?

Busyet, siapa sebenarnya yang mengirim SMS teror ini? Giok menatap mata Meira, yang dibalas sahutan, “cewek kamu?”

Giok menggeleng lemas. “Orang ini coba nakutin gue sejak dari bawah,” jelas Giok.

“Kita ke tendaku aja, yuk! Di sana lebih aman, lagian, kayaknya sebentar lagi kuntilanak mo’ lewat sini…” ajak Meira.

“Meira!! Jangan bilang-bilang itu lagi!” Giok langsung meloncat di belakang Meira.

Keduanya menuju tenda yang tak jauh dari sumber air  itu.

 

 

“Lo bener manusia khan?” Tanya Giok masih was-was. Beberapa kali matanya mengawasi langkah Meira. Jangan-jangan nggak nyentuh tanah?

Sementara itu, tiga puluh meter dari mereka, sosok bertaring dan berkuku panjang mengendap-endap di balik semak, terus menguntit.



…bersambung…
(baca lanjutannya klik di sini yaa…)



( special gift for anak-anak Dorsal Mrangkang :
“naek gunung lagi, yuk! Gak ada setan, kok. Mereka pada ribet main ‘tak-umpet di tipi!”)

Comments (1)

[…] tetap saja ada hawa mistis di kamar itu. Tak mau berlama-lama aku memutuskan untuk keluar kamar dan tidur di ruangan utama. […]

Tulis Komentar